Welcome

Welcome to Neyoutha For Order and Further Information, Please SMS to 08174921002

Saturday, August 29, 2015

Kangkung- kangkungku

Ipomoea aquatica, ternyata bahasa latinnya kangkung bagus juga ya. Kangkung ini memang makanan rakyat, kalau pernah lihat sawah kangkung pasti berpikir menanam kangkung itu mudah. Padahal memang gampang, tinggal tancap batangnya dan langsung tumbuh. Tapi itu sekarang.

Lebih dari setahun lalu membeli bibit kangkung, semangat waktu menebar benihnya, senang rasanya waktu dari bibit-bibit itu menyembul keluar calon-calon tanaman baru. Tapi cuma sampai di situ saja. Mereka tidak bertambah besar. Duh, rasanya gimana gitu, kalau bahasa kekiniannya  "illfeel" kali ya. Akhirnya terlupakanlah ratusan bibit kangkung teronggok di sudut pintu.

Lho kok ratusan sih? Banyak ya? Jadi ceritanya suatu hari kami berjalan-jalan menikmati udara pagi di sekitar kompleks, melewati sawah kangkung, ladang bayam. Saya pun bilang sama si cinta, "Say, kepingin deh punya pohon kangkung di rumah, biar kalau mau masak tinggal petik, seperti waktu di Bandung dulu. Seperti biasa dengan bijaksana beliau pun menanggapi, boleh aja sayaang, cari aja bibitnya". "Yess! "dalam hati. Eh tapi maaf, sebenarnya sih percakapannya nggak romantis-romantis amat kayak yang di atas, itu cuma bumbu aja supaya terkesan asyik aja kalau suatu hari saya mau baca ulang coretan ini.

Singkat cerita kami pun menemukan warung bibit di pinggir jalan, dan ternyata ada benih kangkung. Waktu itu langsung bilang sama penjualnya kami mau membeli bibit kangkung, dan di ambilkanlah sebungkus bibit kangkung dari rak. "Pak, nggak ada yang lebih sedikit lagi?" Dahiku mulai berkerut. "Ini udah paling sedikit neng", sambut bapak tua itu. "Murah kok neng, cuma dua puluh ribu", katanya lagi. "Ya, udah pak kami ambil yang itu aja", jawab saya, sambil berfikir mau dikemanakan bibit setengah kg. Setelah membayar kamipun pergi sambil tersenyum-senyum membayangkan berapa hektar tanah yang kami harus miliki untuk bisa menanam bibit-bibit ini. Padahal kami cuma punya 2 pot ukuran 10cm x 50cm.

Hari pun berlalu semenjak kejadian kecambah yang gagal membesar, saya mulai lupa dengan bibit-bibit kangkung. Sampai beberapa bulan yang lalu akhirnya mengambil keputusan untuk mencoba kembali menebar bibit kangkung tersebut. Lima, hanya lima butir. Dan yang lolos sampai menjadi tanaman kangkung sesungguhnya hanya satu saja. Selanjutnya dari satu yang tumbuh besar hanya tinggal di potong dan disandingkan di sebelahnya.

Sebagai tambahan pengetahuan sambil mengingat-ingat pelajaran SMA berikut klasifikasi kangkung,

Kingdom : Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida;
Ordo : Solanales
Family: Convolvulaceae
Kelas: Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica

Friday, August 28, 2015

Dibalik Jendela Lebar

Ketika ada yang bertanya padaku mengapa rumah ini berjendela lebar maka jawabanku akan sangat singkat, agar bisa melihat surga.
Eiits.. jangan berpikiran jauh-jauh dulu ya, kalau surga yang ini insyaallah masih bisa dirindukan kok karena memang tidak ada hubungannya dengan poligami. Walaupun belum tentu juga ketika seseorang laki-laki melakukan poligami tak ada lagi surga di rumahnya. Ah tapi belum pantas rasanya bicara tentang poligami, masih jauh rasanya ilmuku sampai di sana. Masih harus lebih banyak belajar lagi.

Kembali saja ke jendela, rumah berjendela lebar selalu mengingatkan aku akan masa kecilku. Di kala itu hatiku selalu tentram saat membuka jendela lebar-lebar dan  menatap hamparan hijau sawah dan pegunungan di hadapanku, dan buatku itulah surga dunia. Di sisi lain aku selalu bisa duduk sambil memancing atau sekedar memberi makan ikan-ikan dan menatap mereka berdesakan di kolam dari atas jendela lebar itu.

Ada saat-saat dimana aku melihat dari balik jendela, orang-orang bergegas ke mushala kala adzan berkumandang. Dan itu adalah momen terindah di masa kecilku.

Pernah juga aku melihat air tercurah dari langit kadang hanya berupa rintikan gerimis kecil yang sekedar menghilangkan dahaga kehidupan di bumi. Seringkali juga berupa guyuran derasnya air hujan yang kemudian mengalir memenuhi aliran sungai-sungai.

Dari balik jendela besar juga aku menikmati butiran salju putih seolah menari-nari di hembus dan di permainkan angin nan lembut sebelum kemudian melayang dipermukaan dan membentuk gundukan putih di tanah. Lalu kulihat pula badai menghempas butiran salju ke timur, ke barat, ke utara, ke selatan dan entah kemana lagi seolah tak perduli namun pada akhirnya berakhir terdiam di sudut luar rumah.

Suatu hari yang cerah di sisi jendela, aku menatap tanaman yang kutebas dan terluka. Dia tidak marah dan mati begitu saja. Tapi lukanya mengering seiring waktu berlalu. Dan kemudian bermunculan tunas-tunas daun hijau baru dari tepian luka, dan bahkan memberikan lebih kepadaku bunga-bunga mungil berwarna merah yang kuyakin suatu hari nanti kan menjelma menjadi buah berwarna hijau muda untuk dapat kupetik agar berguna.

Ya, selalu saja ada nilai kehidupan yang bisa kuambil saat duduk memandang dari balik jendela. Dan selalu ada surga di balik jendela lebar.

Thursday, August 27, 2015

Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan, sepertinya heboh betul ya. Tapi pasti hampir semua orang pernah mengalaminya. Terutama bagi orang-orang seperti aku yang sering merasa nggak enak untuk menolak undangan.

Ada saat dimana aku sudah menyusun rencana dengan matang berhari- hari sebelumnya. Tapi sehari sebelum hari-H tiba-tiba ada hal lain yang memaksaku untuk membatalkan rencana yang hampir sempurna menurutku. Biasanya aku cuma bisa bilang lihat nanti aja.

Kalau sudah seperti itu aku akan membiarkan tangan-Nya yang bekerja. Karena toh aku merasa kesulitan juga untuk memilih. Walaupun mungkin pada akhirnya aku berusaha mengambil hikmah dari setiap kejadian setelahnya jika pilihanku memang tidak terpilih oleh-Nya.

Karena aku masih bisa melangkah dengan kepala tegak serta menyusun ulang rencana-rencana yang belum terlaksana. Sambil berharap semoga tidak ada yang tersakiti saat semua keputusan telah kuambil.

Wednesday, August 26, 2015

Sedia Payung Sebelum Hujan

Minggu ini benar-benar minggu yang lumayan berat buat saya. Informasi mengenai tempat-tempat yang harusnya menjadi wilayah teraman bagi anak-anak tapi malahan menjadi tempat untuk menyakiti bahkan menjadi awal anak-anak berbuat dosa. Seolah menjadi bumerang bagi kita untuk mendidik anak dengan baik.

Tapi bagi saya ini sebuah peringatan betapa selama ini kita sering lalai dengan sebuah kata "persiapan"  kita bahkan lupa ketika kecil sering di ajarkan pepatah "sedia payung sebelum hujan".

Seorang anak, sampai batas usia tertentu tetaplah seseorang yang masih memerlukan bimbingan orangtua baik itu kedua orangtuanya maupun guru di sekolah ataupun ustadz/ustadzah di pesantren.

Saat memasukkan anak ke sekolah entah TK/sekolah umum/boarding school seringkali persiapan yang kita lakukan hanyalah berupa hal yang bersifat materi atau lahiriah saja seperti uang, pelajaran A,B,C,D, atau hafalan Alqur'an.

Tentu saja saya tidak menampik  kesemuanya itu penting. Tapi bagaimana dengan kondisi jiwa si anak? Sudah siapkah dia menghadapi lingkungan yang berbeda dengan lingkungan awal dia berada.

Sayapun masih harus banyak belajar tentang hal ini, tapi paling tidak setiap kali anak saya melewati suatu jenjang saya berusaha mendampingi, bertanya apakah ada yang membuatnya tidak nyaman? Yang selalu saya tanyakan saat pulang adalah bagaimana teman-teman di sekolah hari ini. Bapak/Ibu guru bilang apa saja hari ini. Jajan apa saja hari ini. Karena dari situ saya bisa lebih mengenali karakter dan kesukaan anak saya.

Tentu saja apa yang saya lakukan belum tentu cocok dilakukan teman-teman semua karena persiapan/perlakuan kita akan tergantung lingkungan dimana anak-anak kita berada.

Sebagai contoh lingkungan sekolah negri yang mayoritas anaknya dari golongan menengah ke bawah di sana banyak jajanan yang barangkali sangat berbahaya untuk kesehatan mereka, maka tindakan pencegahan kita adalah membatasi uang jajan dan memberikan pengertian dengan cara yang baik terhadap anak-anak kita.

Lain halnya anak-anak yang bersekolah di sekolah swasta, hal yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana agar anak-anak kita tidak terpengaruh dengan gaya hidup yang glamour dan konsumtif. Tentu saja hal itu harus dengan cara yang baik pula.

Ayahbunda yang baik, kenalilah sifat anak-anak kita dulu sebelum mengenalkan dia dengan dunia yang lebih luas lagi. Karena dunia bisa bersikap manis terhadap anak-anak kita. Namun sebaliknya dunia luar bisa menjadi awal neraka buat anak-anak kita.

Tapi tentu saja masih selalu ada harapan untuk orang-orang yang memiliki itikad baik dalam hidupnya.

Tuesday, August 25, 2015

Jadwal Harian

Hmm... suka lucu sendiri kalau ada yang bilang aku orang rumahan. Tapi merasa aneh juga kalau ada teman yang menyangka aku tukang jalan-jalan.

Yang pasti kedua duanya pernah aku jalani khusus yang point kedua memang sudah tidak terlalu sering lagi aku lakukan karena memang keterbatasan waktu (ah, alasan saja padahal faktor BT alias biaya tinggi hihi...).

Belasan tahun yang lalu aku pernah merasakan jalan di mall dari mulai pintunya baru dibuka sampai di usir pakai pengeras suara, namun di hari lainnya aku juga bisa berjam-jam di kamar dengan hanya ditemani radio, earphone, buku-buku dan alat tulis.  Kadang ditemani juga kamera non digital cukup untuk bernarsis ria yang di isi roll film merk F*j* asa 200 isi 36, Dan tentu saja hasilnya harus dicetak di studio foto dan kemudian tersimpan rapi di album.

Suatu hari yang lain aku bisa melewati hari mengobrol dengan temanku, dan hari selanjutnya aku bisa hanya berteman dengan aneka kertas berwarna-warni untuk sekedar membuat pernik-pernik lucu yang bisa menghiasi kamarku.

Seringkali juga kuhabiskan waktuku mengerjakan pekerjaan rumah.

Uniknya, semua pekerjaan dan segala jenis hiburan itu kini mau tidak mau harus kulakukan dan kudapatkan dalam sehari.

Dari mulai jalan ke mall (sekarang ga seharian lagi, karena punya tanggung jawab ngojekin bos kecil), tukar pikiran dengan para tetangga (bahasa keren dari bergosip), mengerjakan pekerjaan rumah, berfoto selfie (kalau yang ini masih tetap untuk dokumen pribadi paling banter kirim ke suami hehe), mengutak- atik kertas origami (waktu di Jepang tahun lalu bela belain beli kertas origami lucu-lucu dari berbagai toko). Dan pastinya membolak balik buku adalah kegiatan rutin aku jalani.

Dan kalau malam-malam begini saat orang di rumah sudah mulai bercengkrama dengan mimpinya masing-masing (yang kuharap indah). Aku masih disini membuat coretan kecil yang semoga bisa membuatku tersenyum di kemudian hari, saat lembah dan bukit kehidupan yang aku lewati semakin terasa sulit untuk kulalui.

Night all.... have a nice dream

Tuesday, August 18, 2015

Rumah itu kini...

Bersahabat berarti saling mengingatkan dikala hati mulai terasa menjauh dari-Nya. Saling menjaga saat kesulitan melanda. Itu yang saya alami beberapa bulan ke belakang.

Saya selalu menyukai rumah itu, tampilannya yang begitu simpel, terlihat dari luar. Sayangnya rumah itu tak berpenghuni, namun halaman depannya tampak asri  terawat karena sang empunya rumah  memang mempekerjakan partimer untuk merawat rumahnya.

Sampai suatu hari terdengar kabar bahwa rumah tersebut terjual, dan seorang teman bercerita pembelinya sebuah keluarga yang sangat baik. Dalam hati sempat penasaran juga dengan tetangga baru saya.

Beberapa waktu berlalu, sayapun sedikit demi sedikit mulai berinteraksi dengan beliau, karena hampir setiap hari memang harus melewati rumahnya, dan sesekali kami bertemu di mesjid saat ta'lim muslimah. Namun belum sempat mengenalnya lebih jauh kami sekeluarga harus pindah selama hampir satu tahun.

Ada yang berubah satu tahun sekembalinya kami dari tempat suami bertugas. Kalau sebelumnya hanya tadarus Alqur'an saja, kini ada kelas tahsin dan salah satu pengajarnya adalah "tetangga baru saya dulu" dan saat penentuan kelas ternyata saya ditempatkan di kelas beliau.

Saya merasa sangat beruntung, setelah mengenalnya lebih jauh ternyata beliau tidak hanya baik, tapi super baik. Mesjid selalu ramai  karena keaktifan beliau mengingatkan kami untuk tetap belajar dan belajar lagi. Ada satu yang paling berkesan, saat berbicara dan bertatap muka. Ketenangan jiwa  terpancar dari wajah beliau yang jernih dan bersahaja.

Namun ternyata kebersamaan kamipun harus segera berakhir, karena sesuatu dan lain hal beliau harus pindah ke kota lain, terakhir kali bertemu menjelang idul fitri ketika beberapa hari sebelum berangkat saya menyempatkan diri berkunjung ke rumah beliau. Dan disela kesibukan mempersiapkan kepindahan, beliau masih sempat membuatkan makanan untuk berbuka puasa di mesjid.

Hari itu terasa ada yang hilang dari hati saya. Kehilangan seorang yang selalu memberikan motivasi, seorang yang selalu menjadi pengingat. Namun saya berjanji dalam hati untuk tetap istiqomah di jalan-Nya. Menapaki langkah kebaikan yang pernah kami coba jalani setapak-demi setapak. Hingga berharap  Allah akan mempertemukan kami kembali di dunia yang fana ini atau kelak di jannah-Nya nanti dalam keadaan yang jauh lebih baik.

Sebulan yang lalu saat melewati rumah itu yang teringat adalah senyuman dan sapa ramah dari penghuninya. Hari ini saat memandang lagi dari kejauhan terbaca dari papan yang terpancang "di jual rumah, hubungi..."

Monday, August 17, 2015

Hati yang Tertutup

Seringkali takdir mempertemukan kita dengan orang-orang yang memiliki permasalahan besar dalam hidupnya.
Namun tak jarang masalah yang hadir dalam kehidupan mereka semata-mata karena gaya hidup yang jauh menyimpang dari cahaya kebenaran yang kita yakini
Adalah manusiawi saat kita ingin membantu meluruskan, saat mereka mengadukan permasalahan pelik kepada kita. Dan kemampuan kita hanyalah sebatas memberi saran yang baik dengan cara yang baik. Setelah itu biarkan tangan Allah yang bekerja. Karena Dialah yang memiliki hati manusia.
"Khatamallahu 'alaa quluubihim wa 'alaa sam'ihim, wa 'alaa abshaarihim ghisyaawatun wa lahum 'adzaabun 'azhiim."
Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka. Penglihatan mereka pun telah tertutup dan mereka akan mendapat azab yang berat. QS. Al-Baqarah : 7
Dan semoga kita bukan termasuk orang-orang yang ditutup hatinya oleh Allah SWT.
Have a nice day ......

Thursday, August 13, 2015

Bintang - Bintang Bersinarlah Pada saatnya Nanti

Saat pembagian raport berapa bulan lalu, saya menyempatkan diri mengobrol dengan beberapa orangtua kawan Mas Abi yang begitu khawatir dengan nilai raport anak- anak mereka yang jauh dari harapan. Sementara Sang Guru menyatakan untuk dapat masuk SMP negeri harus memiliki nilai raport minimal 8 di kelas 4, 5, dan 6. Karena iba dengan kondiisi mereka yang bukan dari kalangan berada, sayapun memberikan usul kepada orang tua mereka, agar anak- anak di izinkan belajar bersama di rumah. Walaupun tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuan mengajar saya yang mungkin sudah menguap beberapa tahun yang lalu.

Tahun ajaran baru pun di mulai, belum adanya buku paket membuat anak-anak belajar hanya dengan materi yang di berikan guru mereka. Saya merasa sangat beruntung karena meski belum ada pembagian buku paket, masih bisa membelikan buku pelajaran yang menurut saya mudah dicerna  oleh Mas Abi. Tapi saya masih sering memikirkan kawan-kawan Mas Abi. Karena permintaan saya kepada orang tua mereka belum terealisasi. Waktu itu sayapun pasrah, mungkin memang Allah tidak menakdirkan mereka belajar di bawah pengawasan saya.

Tapi pagi ini, saat mengantarkan Mas Abi sekolah tiba- tiba ada seorang anak memanggil "Mama Abi jadi ngga mau belajar bersamanya". Saya mengangguk sambil tersenyum melihat antusiasme mereka yang ingin belajar. " Iya, nanti boleh datang ke rumah sepulang sekolah ya", mereka pun berlari- lari sambil tersenyum. Saya pun pulang mengerjakan beberapa pekerjaan Rumah  untuk kemudian mengajar di SMART KID. Sepulang mengajar sayapun mampir membeli sebungkus cemilan dan beberapa susu kotak yang rencananya akan saya bagi setelah mereka menyelesaikan soal-soal. 

Dan mereka menepati janjinya untuk datang ke rumah siang ini dengan tas di punggung mereka, ya saya sangat terharu melihat semangat mereka yang sangat besar. Hampir saja saya melonjak kegirangan. Tidak lama mereka datang Adzan Dzuhur pun berkumandang, mereka pun bergegas meminta izin untuk berwudhu dan Shalat Dzuhur, dan yang paling membuat saya senang Mas Abi ikut juga bersama- sama mereka, tanpa keributan sama sekali.

Ada yang menggelitik saat mereka bercerita seorang temannya yang beragama Nasrani yang sebenarnya ingin ikut belajar, tapi dia malu karena nggak ikut shalat. Saya katakan kepada mereka, bahwa teman mereka tidak perlu malu karena memang orang Nasrani tidak Shalat melainkan ke gereja. Akhirnya mereka berencana mengajaknya besok.

Saya mulai pelajaran hari ini dengan menguji kemampuan mereka akan penambahan dan perkalian. Selanjutnya pelajaran matematika yang sudah mulai di ajarkan di sekolah. Mereka pun tidak malu- malu saat menanyakan hal yang mereka tidak mengerti kepada saya. Dan Mas Abi dengan latihan- latihan yang selalu saya berikan setiap hari selalu mondar- mandir mengecek temannya setiap selesai mengerjakan soal. Satu hal yang memang saya tekankan adalah mereka harus mengerjakan soal-soal sendiri agar terlatih dengan sendirinya, kalau hari ini mereka bisa menyelesaikan soal dalam waktu 30 menit, besok bisa 15 menit, minggu depan bisa 5 menit dan seterusnya. 

Selesai mengerjakan soal merekapun meminum susunya masing- masing, tidak lupa saya taruh cemilannya di piring agar mereka bisa makan bersama-sama. Dan mereka memilih untuk duduk dan menikmati makanan di halaman duduk beralaskan rumput. Dan setelah itu merekapun saya ajak bermain origami sejenak sebelum akhirnya pulang ke rumahnya masing-masing. 

Masih panjang memang perjalanan mereka menempuh kehidupan di dunia ini, semoga sedikit pengetahuan, perhatian dan motivasi dari saya akan membuat kehidupan mereka kelak lebih berwarna. Karena saya yakin dengan semangat mereka kelak  akan menjadi Bintang yang bersinar.

Akhirnya saya hanya bisa bilang kebahagiaan itu adalah saat kita berbagi. Karena dengan berbagi dengan sesama Allah akan akan melembutkan hati kita sehingga tak ada lagi ketakutan untuk merasa kehilangan sesuatu. 


For Ayah Prihananto Sulistyowarno dan Mas Abimanyu you're always be my inspiration I love you in each moment of my life.